BOGOR, THE NUSANTARA POST- At the COP-26 Summit in Glasgow, Indonesia has committed to gradually start the energy transition towards environmentally friendly energy. However, the energy transition requires huge financing and access to green technologies.
In a question and answer session at a virtual World Economic Forum meeting from the Bogor Presidential Palace, West Java, on Thursday, January 20, 2022, President Joko Widodo emphasized that this commitment needs to be supported by technology and funding.
“For developing countries like Indonesia, technology and funding must be supported, so as not to burden society, industry and state finances too much. Indonesia needs US$50 billion for the transformation to NRE, and US$37 billion for the forestry sector, land use and marine carbon,” he explained.
The President explained that Indonesia and developing countries asked for contributions from developed countries to finance and transfer knowledge and technology. The President believes that the source of funding and technology transfer will be a game changer.
“Development of innovative funding schemes must be carried out. This kind of question is the question of many developing countries and poor countries,” he added.
According to the President, the concrete results of these efforts can only be proven by strong cooperation. Governments cannot work alone, and need to work together domestically and globally. Domestically, the government works with energy state-owned enterprises and the private sector to design a fair or affordable energy transition.
“Cooperation at the international level, the government has collaborated with the Asian Development Bank (ADB) to start the Energy Transition Mechanism or ETM from coal to renewable energy,” he said.
VERSI BAHASA INDONESIA………………………………………………………………………………………………..
Indonesia Butuhkan 50 Miliar Dolar Amerika Serikat Untuk Transformasi Energi Ramah Lingkungan
JAKARTA, THE NUSANTARA POST- Pada KTT COP-26 di Glasgow, Indonesia telah berkomitmen untuk secara bertahap memulai transisi energi menuju energi yang ramah lingkungan. Namun, transisi energi memerlukan pembiayaan yang sangat besar dan akses terhadap teknologi hijau.
Dalam sesi tanya jawab pada pertemuan World Economic Forum secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 20 Januari 2022, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa komitmen tersebut perlu didukung dengan teknologi dan pendanaan.
“Bagi negara berkembang seperti Indonesia, harus didukung teknologi dan pendanaan, agar tidak terlalu membebani masyarakat, industri, dan keuangan negara. Indonesia membutuhkan USD50 miliar untuk transformasi menuju EBT, dan butuh USD37 miliar untuk sektor kehutanan, guna lahan dan karbon laut,” jelasnya.
Presiden menjelaskan bahwa Indonesia dan negara-negara berkembang meminta kontribusi negara maju untuk pembiayaan dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden meyakini bahwa sumber pendanaan dan alih teknologi akan menjadi game changer.
“Pengembangan skema pendanaan inovatif harus dilakukan. Pertanyaan semacam ini adalah pertanyaan dari banyak negara berkembang dan negara miskin,” imbuhnya.
Menurut Presiden, hasil konkret dari upaya-upaya tersebut hanya bisa dibuktikan oleh kuatnya kerja sama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, dan perlu bekerja sama secara domestik dan global. Di dalam negeri, pemerintah bekerja sama dengan BUMN energi dan pihak swasta untuk mendesain transisi energi yang adil atau terjangkau.
“Kerja sama di tingkat internasional, pemerintah telah bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) memulai Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism) atau ETM dari batu bara ke energi terbarukan,” tandasnya (Wan)